TELEPON MISTERIUS (PART 3)
Sudah hampir seminggu ini, Vey “BT” luar biasa. Dia sangat kesal
dengan seorang penelpon misterius yang sudah mengganggu kenyamanannya. Yang
biasanya riang, ramah dan selalu usil, sekarang hanya bisa marah-marah gak
jelas. Reina sahabatnya pun gak ketinggalan jadi bulan-bulanan kekesalan Vey.
“Kenapa sih Vey nya mama, kok
belakangan ini kayaknya bukan Vey yang mama temui. Tapi orang lain. Suka
marah-marah, gak mau makan. Kenapa sih nak?” Usap mama lembut di kepala Vey.
Mama,
seandainya mama tahu apa yang Vey rasain. Tapi Vey gak bisa cerita sama mama. Vey membatin. Dia lebih memilih
menyembunyikan kepalanya dibawah guling dan menutupi badannya dengan selimut
Doraemon yang sangat ia suka.
***
Jarum jam sebentar lagi beranjak ke
angka 12. Malam sudah semakin sepi. Hanya terdengar suara jangkrik dan kodok
yang bersahut-sahutan. Mungkin mereka sedang bergosip tentang Vey. Oh iya, Vey
punya kebiasaan unik jika sedang sedih atau terlampau senang. Karena disamping
kamarnya berhadapan dengan sebuah halaman yang cukup luas, dan seringkali bulan
purnama tampak jelas jika dilihat dari jendela kamar, Vey suka sekali menatap
bulan sambil bicara sendiri. Kadang dia juga mengajak para kodok ngobrol. Sama seperti malam ini. Besok
adalah hari ulang tahunnya. Vey merenungi diri, apa benar dia bukan anak dari
keluarga Tyo. Kebiasaan Vey yang seperti ini, pernah dipertanyakan Reina. Waktu
itu Reina sempat nginep dirumah Vey, karena besok mau pergi Anjangsana sekolah.
Suatu malam Reina terbangun karena
mendengar suara orang berbicara. Pelan-pelan ia mencari tahu, dan ternyata
kaget sejadinya karena ternyata yang sedang berbicara sendiri adalah Vey. “Vey,
loe udah gak waras apa bicara sendiri malam-malam gini. Ngapaen juga!! Hmm, loe
lagi gak sakit kan” Suara keras Reina mengagetkan Vey, hingga pensil yang dia
pegang jatuh dan terlepas dari tangannya.
“Aduh, Rei, loe yang gak waras,
ngagetin gue, untung gak jantungan.” Vey kesel dan melempar Reina dengan buku
yang masih nempel di tangannya.
“Lagian loe Vey, dah jam berapa
juga. Ni dah malam Vey, ngapaen loe bicara sendiri di jendela, kesambet setan
baru tahu rasa ntar.” Reina masih kesal dan sejak saat itu dia tahu kalau Vey
memang punya kebiasaan aneh.
***
Vey tampak pulas tertidur. Aksi
penelepon misterius memang menguras tenaga dan fikirannya. Vey sekarang lebih
sering marah-marah daripada usil ke bang Didi. Vey juga seperti kehilangan
fokus dan ditambah mata yang selalu bengkak setiap bangun pagi, karena menangis
tiap malam. Hingga akhirnya sesuatu terjadi.
Suara berisik terdengar di sudut
ruangan sebelah kamar Vey. Seperti ada sekumpulan orang yang sedang membahas
sesuatu. Vey tidak terlalu menanggapi perihal itu. Mungkin karena terlampau
lelah, Vey tidur lebih awal. Setelah pamit dengan mama dan bang Didi, Vey
merebahkan badannya diatas kasur. Ah,
sampai kapan aku bisa menemukan jawaban atas jati diriku ini. Harusnya mungkin
aku tanya langsung sama mama. Tapi aku takut jika ternyata semua yang dikatakan
penelepon misterius itu adalah benar. Vey pun tertidur.
“Gimana, sudah siap semua?, jangan
sampai ada yang tertinggal. Malam ini juga harus kita kerjakan sesuatu yang
sudah kita susun selama berminggu-minggu.” Terdengar suara wanita seperti
sedang menyusun strategi, dan diaminkan oleh suara yang lain.
Suara pintu kamar Vey, pelan-pelan
terbuka. Lampu kamar masih mati, dan Vey masih tampak asik dialam mimpi.
Tiba-tiba suara buku yang jatuh ke lantai, mengejutkan Vey dan membuatnya
terbangun.
“Siapa itu?? Mau apa?” Teriak Vey.
Dia mencoba meraih Handphone yang diletakkan di atas laci meja sebelah kasurnya.
Tapi sepertinya tidak ditemukan. Bayangan hitam yang terpantul di dinding kamar
membuat jantung Vey berdegup kencang, nafas nya memburu. Dia tidak tahu siapa
yang sekarang ada di kamarnya. “Siapa itu?? Jangan macam-macam!!, Mama….!! Bang
Didi…!!” Vey tampak ketakutan. Vey menutupi wajahnya dengan bantal dan terus
berteriak. Tiba-tiba dalam sekejap kamar Vey menjadi terang benderang dan
menjadi sangat ramai. Terdengar alunan lagu selamat ulang tahun. Vey seketika
sadar, dan membuka wajahnya yang sempat ditutupi dengan bantal.
“Selamat Ulang Tahun Vey !!” Suara
riuh sekarang yang terdengar di kamar. Vey terkaget-kaget karena yang dia lihat
sekarang ada banyak sekali orang. Mama??, Bang Didi?? Reina?? Bude Dyan?? Om
Dirga?? Lita?? Apa semua ini. Kenapa mereka ada disini??” Vey masih terlihat
shock. Ya ampun dia baru sadar kalau ternyata mereka semua datang untuk
merayakan ulang tahun Vey hari ini. Seketika suasana ramai berubah jadi tangis.
Vey menangis sesenggukan. Semua jadi bingung. Mama pun mendekati Vey dan
mengusap lembut kepala putrinya itu.
“Kenapa di hari bahagia Vey malah
menangis?, ada apa gerangan nak?” Mama bertanya padanya. Sepertinya Vey sudah
cukup siap untuk bertanya tentang teror penelepon misterius itu. “Mama,
sebenarnya Vey dalam beberapa waktu ini sedih sekali, ada yang ingin Vey
tanyakan sama mama.” Ujarnya sambil melepaskan diri dari pelukan mama.
“Sepertinya sesuatu yang serius, ada
apa sayang? Ayo ceritakan sama kami semua.” Bujuk mama. Akhirnya Vey bercerita
soal penelepon misterius itu. Tentang dirinya yang dianggap bukan anak kandung
dari keluarga Tyo, Perbedaan secara fisik yang sangat terlihat, dan juga
berbagai hal yang membuat Vey yakin dengan teror si penelepon misterius.
Setelah puas bercerita, dari sudut
meja terdengar suara tawa yang ternyata keluar dari mulut bang Didi. Seketika diiringi dengan
tawa dari Bude Dyan, Om Dirga dan Reina. Vey curiga. “Kenapa kalian malah
tertawa?, kalian anggap lucu, apa soal ini!!?” Vey tambah kesal.
Mama mendekati Vey, dan kembali
dengan kasih sayangnya memberikan pengertian kepada Vey. “Nak, sebelumnya mama
minta maaf, sebenarnya semua yang terjadi pada Vey dalam beberapa waktu ini
adalah disebabkan oleh kami semua. Penelepon misterius, skenario silsilah keluarga
dan semuanya itu adalah ide bang Didi. Cuma ingin ngejahilin Vey. Bang Didi
kesal sama Vey, karena Bang Didi merasa sejak Vey masuk kuliah, sudah jarang
kumpul dan bareng kita lagi. Vey asyik banget dengan dunia yang sekarang.
Padahal dulu Vey masih menyempatkan ngobrol sama kami setiap malam. Oleh karena
itu bang Didi pengen banget ngingatin Vey bahwa Vey masih punya keluarga. Maaf
ya nak. Mama juga ingin tahu apakah Vey memang sayang dan takut kehilangan kita
semua apa gak. Hehhe, yaa sekalian kejutan untuk ultah Vey.
Sejenak Vey terdiam, mau marah, tapi kemudian Vey minta
maaf dan menyadari bahwa memang selama ini dia sangat sibuk diluar. Waktu bang
Didi mau ngajak jalan ke toko buku juga Vey menolak dengan alasan ingin jalan
dengan teman barunya. “Vey minta maaf juga kalau ternyata sikap Vey sudah menyakiti perasaan kalian semua. Tapi kalian tega banget becandaannya. Vey
mengira itu semua bener, dan lagi penelepon itu tahu semua tentang Vey. Siapa
emangnya dia?” Vey penasaran. Matanya tertuju ke arah Om Dirga yang sedang tersipu malu. Reina juga tampak tertunduk dan gak tahu-tahu.
“Dasar ya loe Rei, sekongkolan juga
sama mereka, tega bener ya.” Vey kesal dan melempar boneka Doraemon kesukaan
pemberian dari Papa Tyo waktu ulang tahunnya yang ke 12. Secepat kilat Reina
sembunyi dibalik bude Dyan dan mengacungkan 2 jari ke arahnya. Peace. “Tapi ma,
Vey heran, darimana sebenarnya mata sipitnya Vey, dan hobi bermusik itu. Kan papa
gak pandai bermusik. Bang Didi juga lebih tampak seperti orang arab? Sedang Vey
China banget.” Masih dengan kebingungannya.
“Nah Vey gak tahu aja kan, kalo
kakek Vey dulu pemain musik tradisional dari sebuah grup legendaris di Negara ini.
Kakek juga keturunan tionghoa. Karena dulu rumah kakek terkena musibah
kebakaran, semua foto-foto dan piagam penghargaan kakek semua ludes terbakar. Jadi
bakat itu dari kakek Vey.” Mama menjelaskan panjang lebar. Sekarang Vey tambah
yakin, bahwa dia benar anak keluarga Tyo. “Aah, teror itu sekarang gak ada
artinya buatku. Aku memang Vey, anak dari keluarga Tyo. Adik kesayangan Bang
Didi. Mulai sekarang Vey janji, akan lebih memperhatikan lagi keluarga. Kalian
semua berarti banget untuk Vey. Dan Vey gak mau kehilangan kalian. Vey sayang
kalian. Dan penelepon misterius, terima kasih ya, akhirnya aku juga tahu kalau
mereka semua juga sangat menyayangiku.
Hari ini aku hanya ingin bahagia. Bersama mama,
bang Didi dan mereka semua.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar