JANJI BUNDA UNTUK SAFIRA
Pernahkah
merasa bahagia dan sedih datang secara bersamaan? Sungguh inilah yang kurasa.
Seperti bisul yang menempel di tubuh kemudian pecah dan berdarah. Sakit tapi
nikmat.
“Jadi bunda lulus test CPNS itu? Alhamdulillah. Ini rezeki dari
Allah untuk putri kecil kita, bukan berarti ayah tidak sanggup untuk mencarikan
biaya buat masa depan kita bun, insya Allah rezeki tidak akan pernah tertukar”.
Katamu saat aku beritahukan tentang kelulusanku. Beberapa bulan yang lalu aku
sempat mengikuti sebuah test yang diadakan sebuah instansi pemerintah di tempat
tinggalku. Aku lulus.
Beberapa
hari ini, aku masih diam. Galau. Hingga suatu hari kata-katamu menenangkanku.
“Apa yang bunda fikirkan? Mengapa sejak pengumuman kelulusan itu bunda selalu
saja murung?”. Kau menghampiriku dengan penuh tanya.
“Ayah
yakin, bunda ambil saja kelulusan itu? Bunda akan berpisah dengan kalian,
karena penempatan kerjanya tidak disini ayah.” Sesenggukan aku menangis, tak
terasa lelehan airmata itu membasahi bajumu.
“Bunda,
tidak semua orang mendapat kesempatan sepertimu, tiap kejadian akan ada
hikmahnya, cobalah melihat lebih luas lagi. Bukan tanpa sengaja Allah
menciptakan sesuatu. Bunda tidak perlu khawatir, Safira akan ayah rawat dengan
sebaik-baiknya. Dan tentu saja kesetiaanku padamu akan selalu aku jaga, kau
percaya padaku khan?” kau cium keningku dengan mesra. Subhanallah aku merasakan
ketentraman luar biasa. Ayah, bersamamu aku selalu merasa damai.
“Bunda pamit yah, titip Fira, jaga kesehatan
ayah juga, sering-sering meneleponku ya, karena aku akan selalu rindu suaramu.”
Aku peluk suamiku yang paling kusayangi itu. Aku cium tangannya dan memohon
do’a. Aku pamit.
Satu
tahun berlalu, aku masih berada di kota kecil ini. Inilah resiko yang aku
tanggung, menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil, memang harus siap ditempatkan
dimana saja. Yang paling berat adalah berpisah dengan keluarga kecilku.
“Alhamdulillah,
jadi saya benar bisa mengajukan pindah pak?, terima kasih banyak pak, karena
saya sudah tidak tahan jika harus berpisah lebih lama lagi dengan keluarga
saya.” suatu hari berbincang dengan kepala kantorku. Beliau mengizinkan usulan
kepindahanku kembali ke daerah asal. Ya Rabb, sungguh ini hadiah yang paling
berkesan. Dengan segera ku kabarkan dengan belahan hatiku disana. Ayah, aku
akan kembali kepada kalian lagi, mulai saat ini kita tidak akan terpisah lagi.
Bahagiaku
semakin sempurna sekarang, Safiraku sudah tumbuh besar dan cantik, sekarang
sudah menginjak tingkat 1 di sekolah dasar. Namun “hadiah Mu” ternyata tidak
berlangsung lama. Kebahagiaan ini hanya terasa sekejap. Kekasihku dipanggil
oleh Nya. Sebuah sakit menjadi pemisah antara kami.
“Ayah,
aku ikhlas dengan kepergianmu, semoga Allah menempatkanmu pada tempat yang
mulia di sisi Nya. Pergilah dengan keikhlasanku. Aku berjanji akan merawat anak
kita dengan sebaik-baiknya.” Tangisku mengantar kepergianmu.
“Bunda, Fira ingin sekolah di pesantren saja
nanti kalau sudah SMP trus nanti kuliah di Kairo?” suatu hari celoteh putri
kecilku membuatku terkejut.
“Yang bener sayang?
Kenapa mau sekolah di Kairo? Nanti bunda bakal pisah sama Fira,” ku peluk gadisku
ini yang sudah hampir beranjak dewasa. Tidak hanya cantik namun dia laksana
pelita dalam kehidupanku. Berat memang, tapi inilah hidup, biarlah suatu hari
nanti Fira-ku yang sholehah menjadi penyelamat orang tuanya menuju syurga. Kau
akan sekolah di Kairo nak, insya Allah, bunda janji.
Cerpen ini pernah diikutsertakan dalam event menulis yang diadakan oleh salah satu penerbit indie di Indonesia. Pernah dimuat juga bersama-sama teman-teman penulis Annisa Writers dalam project Antologi Bersama. Memang saat itu saya sedang giat-giatnya menulis, dengan tujuan lebih mengasah kemampuan menulis. Agar kelak, tulisan yang dihasilkan akan selalu baik dan berkualitas.
Komentar
Posting Komentar