#178# KISAH TENTANG KESEDERHANAAN SEBUAH IMPIAN (Review Novel Ziggy)
Judul
: Di Tanah Lada
Penulis
: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit
: PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
: Pertama agustus 2015
Tebal
: 245 halaman
ISBN
: 978-602-03-1896-7
Kecerdasan,
tidak mesti dinilai dengan kemampuan dalam segala bidang, terkadang setiap anak
memiliki keistimewaan pada dirinya sendiri, yang menunjukkan kalau mereka
adalah anak yang cerdas.
Ava,
adalah seorang anak yang memiliki
ketertarikan membaca kamus Bahasa Indonesia, yang pada awalnya ia
dapatkan sebagai hadiah dari Kakek Kia yang merupakan orang tua laki-laki dari papanya.
Dari kebiasaan membaca kamus tersebut, sangat membantu Ava yang baru berusia 6
tahun untuk mengetahui dan memahami setiap kata yang dirasa sulit dimengerti
olehnya.
Latar
belakang kehidupan Ava berbeda jauh dengan sebuah kata “bahagia” sebagai
seorang anak. Ava kecil senantiasa mendapat perlakuan tidak baik dari papa
kandungnya sendiri. Bahkan untuk sebuah nama untuk dirinya. Papanya memberikan
nama Saliva yang memiliki arti “ludah”. Namun karena kasih sayang ibunya lah
sehingga nama Saliva diganti dengan nama Salva, yang artinya penyelamat. Ava
kecil dipandang sebagai seorang anak yang tidak berguna dimata papanya.
Senantiasa bersikap kasar terhadap Ava, sehingga terekam dalam diri Ava, bahwa
seorang yang disebut sebagai “papa” adalah makhluk yang jahat dan bengis serta
suka bersikap kasar.
Setelah
kakek Kia meninggal, kehidupan Ava dan keluarga menjadi sangat berubah. Yang
dahulunya mereka tinggal di sebuah rumah yang besar dan sangat nyaman, hingga
akhirnya mereka harus tinggal di sebuah Rusun yang sangat jauh dari kata layak.
Padahal, papanya baru mendapatkan warisan dari kakek Kia berupa uang yang
banyak. Kepindahan mereka ke Rusun yang ternyata bernama “Rusun Nero” tersebut,
adalah sangat tidak masuk di akal. Hanya karena memiliki kebiasaan senang berjudi,
papa mengajak Ava dan mamanya untuk pindah ke sebuah rusun dikarenakan lokasi
rusun tersebut dekat dengan lokasi perjudian.
Rusun
yang sangat sederhana tersebut, menjadi tempat pertama kali Ava bertemu dengan
seorang anak laki-laki berumur 10 tahun yang bernama P. Sebagai seorang anak
yang masih kecil, tentu Ava menjadi bingung mengapa ada seorang anak di beri
nama P. Seperti biasa, ketika menemukan kata-kata sulit, Ava yang selalu membawa
pergi kamus Bahasa Indonesia pemberian kakek Kia, mencari makna dari kata P
yang ternyata merupakan abjad ke 16 dari 26 abjad yang ia ketahui, dan tentu
saja masih belum bisa memahami mengapa teman barunya tersebut diberi nama P
oleh orang tuanya.
P
adalah seorang anak yang tinggal bersama papanya di Rusun Nero. Tidak begitu
jauh berbeda dengan Ava, papa P juga memiliki kebiasaan yang buruk terhadapnya.
P selalu mendapatkan perlakuan kasar. Meskipun demikian, di Rusun tersebut ada
2 orang yang selalu berbuat baik terhadap P, yakni Kak Suri dan Mas Alri.
Kebiasaan
membaca dan membawa kamus Bahasa Indonesia kemanapun pergi, menjadikan Ava
seorang anak yang sangat baik dalam penggunaan Bahasa Indonesia sehari-hari.
Kata apapun yang keluar dari mulutnya, adalah kata-kata yang sesuai dengan aturan
berbahasa. Bergaul dengan anak seperti P yang tidak pernah mengenyam bangku
sekolahan, membuat Ava dianggap sebagai anak yang sombong, padahal tidak
demikian. Namun begitu, P senantiasa membantu segala kesulitan Ava, sehingga
pada akhirnya Ava dan P menjadi teman baik.
Novel
ini memberikan gambaran kepada kita, tentang pentingnya berperilaku yang baik
terhadap anak-anak. Usia-usia emas anak (Golden
Age) membuat anak merekam setiap kejadian yang terjadi dalam hidupnya, dan
akan selalu teringat di kepalanya. Bagaimana papa Ava bersikap buruk
terhadapnya, sehingga segala hal yang bermakna “papa” akan selalu dianggap
jahat, kasar, dan tidak baik olehnya.
Novel
ini juga menceritakan kepada kita, tentang imajinasi dua orang anak yang
percaya dengan adanya kehidupan di masa datang atau “reinkarnasi”. Kehidupan
“kedua” yang akan datang, membuat mereka memiliki harapan untuk menjadi sesuatu
yang dirasa lebih baik daripada kehidupan mereka sekarang. Begitu sederhananya
impian anak kecil akan kehidupan bahagia mereka. Selain itu nilai persahabatan
juga sangat terasa dalam novel ini, salah satunya adalah betapa sangat
berusahanya Ava mencarikan nama yang bagus dan memiliki arti yang baik untuk sahabatnya
P.
Keunikan
lain dari novel ini adalah sisi lain dari seorang Ava yang memiliki hobi
membaca kamus. Secara tidak langsung, novel ini membawa pesan kepada kita akan
pentingnya membangun kembali budaya membaca. Dengan menampilkan kata-kata sulit
(bagi seorang Ava) yang memiliki terjemahan dalam beberapa bagian cerita,
secara tidak langsung memberikan value
tersendiri bagi novel ini.
Alur
cerita yang mengalir, dialog khas anak-anak yang sangat terasa bagi saya, serta
kejutan-kejutan di setiap bab membuat novel ini memang sangat layak menjadi
juara dalam sayembara menulis yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta.
#ODOP7 #ResensiNovel #KelasNonFiksi
Mantap sekali kakakku
BalasHapus#semangat
Makasih pak, heheh
Hapuswah bagus nih :)
BalasHapusiya mba, saya baca bukunya aja woww banget hihi
HapusAaah bukunya Ziggy yg ini emang kereeenn 😍
BalasHapusiyaa, selain namanya yang juga keren hihih
HapusMasyaa Allah, ini bukunya cocok dibaca untuk usia berapa Kak kira2?
BalasHapusCara penulis bercerita dalam novel ini termasuk unik. Dia menceritakan tentang kehidupan anak-anak dengan segala problemanya, namun dibahasakan dan digambarkan dengan tidak ringan (menurut saya sih). Salah satu contoh, banyak kata dan kalimat-kalimat yang diulang, seolah ingin menggambarkan pola fikir anak yang "butuh waktu" dalam memahami sesuatu. Hal ini bagi saya menjadi tantangan bagi pembaca dengan usia-usia sekolah dasar. Jadi menurut saya mungkin lebih cocok dibaca untuk usia menengah ke pertama dan selanjutnya. Kalaupun mau dibaca oleh anak-anak usia sekolah dasar, mungkin akan butuh pendampingan. heheh
Hapus