#166# KERAMIK MASJID PAK JOKO


Sudah hampir 25 tahun, pakde Harun bekerja sebagai marbot di masjid Baiturrahman. Dari yang awalnya masjid masih berupa mushola kecil, hingga sekarang menjadi salah satu masjid yang cukup besar dan megah di lingkungan tempat tinggalnya. Pada awalnya pakde Harun sangat tidak terfikir untuk meneruskan profesi ayahnya sebagai seorang marbot masjid.  Namun sejak sang ayah meninggal dunia 25 tahun yang lalu, mau tidak mau atas nama kewajiban seorang anak terhadap amanat orang tuanya, akhirnya pakde Harun bersedia melanjutkan perjuangan ayahnya untuk merawat dan menjaga mushola kecil yang berdiri di samping rumahnya.

Di daerah tempat tinggalnya, umat islam bisa dikatakan sebagai umat yang mayoritas, namun sangat disayangkan meskipun berada dalam kuantitas yang besar, ghirah untuk beribadah dan menghidupkan rumah ibadah nampak sangat sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada.

“Le, sebagai umat muslim kita punya kewajiban untuk mensyiarkan agama kita, salah satunya menghidupkan masjid. Nah meskipun di desa kita ini hanya ada mushola kecil ini, tapi jangan pernah kita biarkan tidak terurus le.” Ujar Pak Joko ayah pak Harun.

“Nggih pak, insya allah saya bakal ingat terus pesan bapak.” Pakde Harun mengiyakan nasihat bapaknya.

“Suatu hari bapak punya mimpi le, bapak ingin sekali mushola kita ini nanti akan menjadi masjid yang memiliki kubah yang sangat bagus, bangunan megah dengan lantai yang berkeramik, agar setiap jamaah merasa nyaman untuk ibadah le”. Pak Joko memang sangat ingin melihat mushola sederhana itu menjadi sebuah masjid yang besar. “aminkan yo le,” sambungnya.

***

Hari itu hujan turun sangat deras. Pak Joko sedang dalam perjalanan menuju sebuah alamat yang kabarnya adalah alamat seorang dermawan. Dengan mengendarai sepeda Pak Joko mengayuh dengan semangat, demi tiba segera ke rumah sang dermawan.

“Alhamdulillah, akhirnya bapak sampai juga. Saya sudah mendengar dari warga kalau ada sebuah mushola yang butuh dana pembangunan. Saya tergerak untuk menyumbang, semoga apa yang saya titipkan ini bisa pak Joko jaga dan laksanakan dengan baik ya pak.” Sahut sang Dermawan.

“Masya allah, bapak begitu baik, semoga senantiasa dalam keberkahan ya pak. Memang mushola di daerah kami sedang dalam proses pembangunan pak. Karena dana yang tidak mencukupi sehingga saya dan masyarakat sekitar belum bisa menyelesaikan pembangunan. Insya allah akan saya laksanakan amanah bapak ini.” Dengan hati yang sangat gembira pak Joko pulang ke rumahnya.

Siapa sangka, hari itu adalah hari terakhir Pak Joko ada di dunia. Karena cuaca yang buruk, jalanan menjadi sangat licin. Pak Joko mengalami kecelakaan. Rem sepeda yang dipakainya mengalami blong, pak Joko tak bisa mengendalikan sepedanya dan secara tiba-tiba bertabrakan dengan sebuah mobil yang melaju sangat kencang. Pak Joko dibawa ke Rumah sakit.

Pak Joko masih belum sadar. Harun dan ibunya menunggu dengan hati yang was-was. Beberapa menit kemudian kepala desa dan beberapa warga turut menjenguk. Alhamdulillah pak Joko sudah mulai siuman.

“Bagaimana keadaan bapak? Apa yang sakit?” tanya istrinya yang masih sangat tampak khawatir.

“Bapak gak apa-apa bu, dimana Harun? Katakan bapak ingin bicara padanya.” Dengan terbata-bata pak Joko meminta istrinya untuk bertemu Harun.

“Sampun pak, ada apa bapak panggil saya?? Lebih baik bapak istirahat biar cepat pulih.” Bujuk pakde Harun kepada ayahnya saat itu.

“Bapak harus menyampaikan ini Le, bapak khawatir waktu bapak gak akan cukup. Di dalam tas bapak ada sumbangan dari seorang darmawan untuk pembangunan mushola, sampaikan kepada warga dan pak kades atas amanah ini. Dan satu lagi Harun, bapak punya simpanan khusus buat membeli keramik untuk lantai mushola kita. Karena sudah bapak niatkan. Ada di dalam lemari bapak. Sepeninggal bapak, kamu harus terus melanjutkan perjuangan bapak ya Le, bapak minta maaf karena belum bisa memberikan kehidupan yang layak buat kamu dan ibu.” Tak beberapa lama kemudian pak Joko meninggal dunia.

***

25 tahun setelah kejadian itu, mushola yang dulunya hanyalah mushola kecil yang belum jadi, sekarang menjadi sebuah masjid yang megah. Pakde Harun tumbuh menjadi seorang pengusaha yang sukses. Apa yang menjadi mimpi pak Joko telah dilaksanakan olehnya. Keramik masjid yang menjadi mimpi besar pak Joko sudah tersusun dan tertata rapi. Sekarang masjid sudah menjadi sebuah bangunan megah. Cita-cita pak Joko dan Harun untuk memakmurkannya telah tercapai. Masjid Ar Rahman sering dikunjungi masyarakat sekitar, bahkan tidak hanya itu setiap bulan menjadi tempat diadakan ceramah agama dari para ustadz terkenal.

“Ayah, boleh saya bertanya?” tanya anak pakde Harun suatu hari. “Kenapa meski sudah kerja di kantor, ayah selalu saja mengurus masjid. Kan sudah ada pakde Wiji yang mengurusnya?”

“Itu karena ayah sayang dengan kakek mu le, kakek sangat mencintai masjid ini. Maka Ayah juga harus mencintainya. Kelak kamu juga harus menjaga dan merawat masjid ini seperti ayah dan kakek mu lakukan dulu ya le.” Ujar pakde Harun kepada anaknya.
Suara azan menggema lewat speaker masjid, diiringi banyak warga yang bersegera mendatangi rumah mulia itu.


#rwc #day14 #odop

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#126# AKHIR PERJALANAN (Travelling ke Kalsel - Part 7)

#119# "TRAVELLING" KE KALIMANTAN SELATAN (Part 2 - Rainy's Day Literari Festival)

#117# DIBANGUNIN SAMA BANTAL