#162# SENANDUNG SHOLAWAT MISTERIUS
Senandung lirih
sholawat yang terdengar dari balik jendela kamar, memancing perhatian Arin.
Siapa yang bersuara merdu melantunkan sholawat sepagi ini. Emang sih suaranya merdu banget, pasti yang punya suara juga tak kalah
indah. Arin membatin.
***
Pagi ini Arin
buru-buru berangkat kuliah. Rupanya karena begadang semalaman akibat tugas
kuliah yang banyak, membuat Arin merelakan waktu istirahatnya terkalahkan oleh
setumpuk tugas. Dan inilah hasilnya, baru tidur jam 2 malam dan akhirnya telat
bangun. Untung saja dia kedatangan “tamu bulanan” sehingga tak berdosa karena
meninggalkan kewajiban lima waktunya di subuh hari.
“Emang loe
banyak tugas, sampai-sampai telat kayak gini?? Untung aja Bu Rini belum datang,
kalau gak, kelar idup loe, disuruh pulang sama dosen killer itu, hihi.”
Kejahilan Nia sahabatnya membuat Arin jadi BT banget. Alhasil lemparan buku
telak mengenai badan Nia yang kecil mungil. Hahah, rasain loe. Arin tersenyum
bangga.
“Guys, rupanya
Bu Rini gak masuk hari ini, beliau cuti pulang ke Sumatera, katanya sih orang
tuanya lagi sakit, dan belum tahu bakal sampai kapan.” Informasi dari ketua
tingkat membuat Arin mengusap dada. Lega.
“Dan nanti akan ada dosen pengganti selama beliau cuti.” Lanjut ketua tingkat.
Arin dan
kawan-kawan dikejutkan dengan kedatangan seorang pemuda tampan. “Assalamualaikum
kawan-kawan, dan selamat pagi. Perkenalkan nama saya Hafiz, saya yang
ditugaskan sebagai dosen pengganti selama Bu Rini cuti.” Sapaan dosen muda itu
begitu ramah. Wajah yang tampan dan style berpakaian yang cukup keren membuat
beberapa mahasiswi saling berbisik, tak terkecuali dengan Nia. “Gile, cakep
juga ya Rin, hihi.” Nia kesenangan, tetapi Arin tampak biasa saja.
***
“Ternyata dosen muda
itu tinggal di daerah kos-kosan loe Rin, tapi tepatnya gak tau juga gue gak
sempet nanya, tu dosen buru-buru pergi aja.” Celetuk Nia. Arin tetap cuek, tak
memperhatikan celotehan sahabatnya itu. Kesal, itulah yang dirasakan Nia.
***
Untuk kesekian
kalinya senandung sholawat kembali didengar oleh Arin. Sebenarnya Arin begitu
penasaran dengan pemilik suara itu. Pernah suatu hari, Arin sengaja bangun
pagi-pagi dan menyengaja untuk melihat tetangga yang punya suara merdu itu,
namun sayang sekali, pemilik suara merdu sudah lebih dahulu pergi.
“Mba Heni,
emangnya penghuni baru di sebelah kamar kos saya sudah ada ya?? Orang dari mana
dan kayaknya saya gak pernah liat?” Tanya Arin kepada Heni tetangga di
lingkungan kos tempat dia tinggal.
“Iya mba Arin,
cowok itu masih muda dan katanya sih kerja di Kampus yang sama dengan kampus
mba Arin tuh.” Jelas mba Heni. Arin mengangguk.
***
“Hei, kamu Arin
kan? Masih ingat dengan saya? Saya Hafiz yang menggantikan Bu Rini, masih
ingat?” Sapaan Hafiz mengejutkan Arin yang sedang terlihat kesal karena ban sepeda
motornya kempes. “Ada yang bisa saya bantu?” Hafiz menawarkan bantuan.
“Eh ini gak tau
kenapa ban motor saya tiba-tiba aja kempes,” Arin tampak sangat kesal
“Didekat sini ada
bengkel, mari saya bantu.” Hafiz
menawarkan bantuan. Karena memang sangat membutuhkan bantuan, Arin tak menolak
tawaran itu.
Di sepanjang
perjalanan, mereka bercerita banyak hal. Sampai akhirnya membuat Arin menjadi
curiga terhadap sosok Hafiz.
“Oh, jadi kamu
kos di daerah Setia Budi, Aku juga kos di situ lho, ya udah kalua begitu ntar
kita pulang bareng aja naik motor aku.” Arin menunjukkan itikad baiknya,
menawarkan pulang bersama. “Anggap aja sebagai balas budi.” Hafiz menyetujui.
“Nah, disini
tempat tinggal aku Rin,” Akhirnya mereka sampai di depan kos milik Hafiz.
“Hahahaha,
beneran kamu kos disini, lah aku juga sama. Hmmm, jangan-jangan kamu yang
tinggal di kamar kos 17 ya Fiz?” tebak Arin. Hafiz terkejut darimana Arin tau
nomor kamar kosnya. “Udah gak usah bengong, karena di sebelah kamar kos mu itu
ya kamar kos aku, hahaha.” Arin masih tertawa cekikikan.
“Haha, kok bisa
selama ini aku gak tau siapa yang jadi tetangga aku ya?? Hehe, maaf yak arena selama
ini aku memang jarang sekali di rumah. Sepulang dari kampus aku selalu sambung
dengan kegiatan lain, hehe maaf ya Rin.” Penjelasan Hafiz tiba-tiba membuat
Arin merasakan hal yang aneh. Ada sesuatu yang berdesir dalam hatinya.
Senandung sholawat yang biasa ia dengar setiap pagi, seketika ia rasakan begitu
sangat dekat. Arin termangu. Ia tersadar sesaat pundaknya di tepuk laki-laki
tampan di depannya.
“Hei, kok
bengong sih, ya udah ayo kita masuk.
Makasih ya tumpangannya.” Hafiz berpamitan, meninggalkan Arin yang masih
terngiang senandung lirih sholawat misterius.
Komentar
Posting Komentar