Dia (Bukan) Cinta Sejatiku
Perasaan
cinta adalah sesuatu yang fitrah, dengan cinta banyak hal bisa berubah. Sepi menjadi
ramai, gundah gulana menjadi riang gembira, beginilah hebatnya kekuatan cinta.
Ketika hidupmu dilingkupi oleh rasa cinta, bersyukurlah lebih banyak, karena ia
adalah sebuah anugerah dari Tuhanmu, Itulah cinta sejati.
Assalamualaikum,
Bagaimana dengan hatimu pagi ini Ra? Gembira? sebuah sapaan dari pesan singkat di handphone, tertulis nama Kinan
Permata. Pesan dari Mbak Kinan, seorang gadis yang aku kenal sejak dua tahun
lalu. Perkenalan yang aku rasa cukup unik. Bermula dari sebuah media sosial
kami bersilaturahim, hingga akhirnya secara tidak sengaja kami bertemu dalam
sebuah komunitas bela diri muslimah di kota ku. Kami sama-sama menggeluti dunia
ini, dan disitulah awal kebersamaan kami.
Alhamdulillah
mbak, selalu luar biasa, oh iya ada berita gembira yang ingin saya ceritakan
dengan mbak, nanti saja ya kalau saya sudah ada waktu luang. Ku kirimkan balik pesan singkat itu kepadanya. Memang
akan ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepada mbak Kinan, perihal sebuah
niat baik dari seorang pemuda. Usia yang tidak terpaut jauh antara aku dan mbak
Kinan, membuat hubungan kami selama ini cukup dekat dan nyambung dalam hal
apapun.
***
“Alhamdulillah, benarkah pemuda itu memiliki niat
serius dengan mu Ra? Sejak kapan kamu mengenalnya? Bagaimana ceritanya, kan
kamu di Samarinda, sedang dia di Balikpapan, bagaimana bisa?” Begitulah mbak
Kinan, ketika sedang penasaran, akan panjang sekali pertanyaan yang keluar dari
bibirnya.
“Sabar dong mbak, biar pelan-pelan Rara jelaskan dulu,
hehe. Jadi dia itu adalah teman dari kakak saya, suatu hari kami bertemu di
rumah kakak saya, beberapa hari kemudian, kakak saya menyampaikan niat dia
untuk ta’aruf dengan saya.” Jelasku pada mbak Kinan.
“Terus, kamu setuju? Apa sudah mengenalnya dengan
baik?” Mbak Kinan masih saja penasaran, seperti detektif saja dia memberondong
semua pertanyaan kepadaku.
“Saya sudah membicarakan dengan kakak saya mbak,
beliau juga mengenal bagaimana pemuda itu, cuma masalahnya selama 4 bulanan
ini, ketika saya bertanya kapan akan berkunjung ke rumah, dia selalu mengatakan
belum memiliki kesempatan dan waktu luang, tetapi saya sudah putuskan, saat
wisuda saya nanti minggu depan, saya meminta dia untuk hadir dan berjumpa
dengan orang tua saya mbak. Setidaknya orang tua saya bisa melihat bagaimana
pemuda yang katanya mau serius dengan anaknya.” Jelasku pada mbak Kinan. Ia pun
mengangguk.
***
Pagi itu aku
bertemu kembali dengan mbak Kinan, ada gurat kekecewaan yang terpancar di
wajahku dan terbaca olehnya.
“Hei Ra, ada apa? bagaimana dengan pertemuan tadi
malam? Apa dia sudah memutuskan kapan akan membawa orang tua nya ke rumah dan
melamarmu? Hehehe, penasaran saya.”
“Gak tau juga mbak, dia tidak mampu memberikan
kepastian, katanya tunggu dia menyelesaikan pekerjaannya dulu.” Aku menghela
nafas panjang, dan lega rasanya sudah menyampaikan sesuatu yang mengganjal.
“Hmm, oiya apakah kamu sudah pernah bertemu dengan
keluarganya Ra? Bagaimana pendapat mereka tentangmu?”
“Itu juga menjadi kendala mbak sebenarnya, entah
kenapa saya merasa penerimaan keluarganya terhadap diri saya agak sedikit
kurang nyaman di hati saya, entahlah saya merasakan demikian.”
“Hmm, kalau begitu lebih baik kamu berfikir lagi Ra,
menikah bukan hanya urusan antara dua orang yang menikah saja, namun dibelakang
mereka ada keluarga yang juga tidak bisa ditinggalkan. Istikharah lah, semoga
diberi petunjuk oleh Allah.”
***
Rencana Ta’aruf ku dibatalkan, banyak hal mendasar
yang aku rasa tidak bisa diambil kesamaan, biarlah aku jalani sesuai dengan
skenario indah dari Nya.
“Ra, ada yang mau saya ceritakan, ada teman saya yang
ingin mencari isteri, dia kemarin menghubungi saya untuk minta dibantu, saya
teringat kamu, setuju gak? Kalau setuju saya akan bantu proses ta’aruf ini,
insya Allah orang nya saya kenal baik, yang penting niatnya dilurusin dulu ya.”
Tawaran ta’aruf dari mbak Kinan mengejutkanku, tidak ada salahnya mencoba, toh
mbak Kinan akan membantu proses ini.
Selama satu minggu proses yang “disutradarai” oleh
mbak Kinan berjalan dengan lancar, curiculum vitae yang berisi tentang diriku
sudah diberikan kepada si ikhwan, beberapa hari kemudian, aku pun mendapat
informasi tentangnya pula. Sepanjang proses aku terus berdo’a kepada Allah agar
segala sesuatu dilancarkan. Namun ternyata segalanya tetap masih belum berjalan
sesuai rencana. Sebaik-baik rencana tetap Allah yang menentukan. Berita yang
kudapatkan dari mbak Kinan cukup membuatku terkejut.
“Ra,
sejak awal menjalani proses ini, saya selalu berpesan kepadamu untuk tetap
mempersiapkan hati dalam menghadapinya, karena segala sesuatu tidak akan pernah
kita ketahui bagaimana ujungnya. Pihak orang tua nya agak kurang setuju jika
mendapatkan menantu yang tempat tinggalnya jauh dari tempat mereka, katanya
akan sulit jika harus bersilaturahim dengan orang tua, entahlah begitu yang
disampaikan kepada saya perihal keberatan orang tuanya.” Penjelasan mbak Kinan
membuatku menarik nafas panjang, untuk yang kesekian kali kah ini?? Allah belum
mengizinkan ku menjalani separuh agamaku. Butiran air hangat jatuh di pipiku.
Pegang aku erat ya Rabb.
***
Sebuah surat yang kuterima dari seorang pemuda yang
kutemui di sebuah pusat perbelanjaan seminggu yang lalu, bagaikan sebuah kado
yang sangat manis, mengajakku menikah dan bersedia berkunjung ke rumah adalah
bukti keseriusannya. Sikap sopan dan santunnya begitu menarik perhatian kedua
orang tuaku, bersama kedua orang tuanya dia bertandang dan menyatakan
melamarku. Sungguh rencana Mu sebaik-baik rencana, aku tak pernah menyangka
akan bertemu dengannya. Harapan dan do’a yang aku panjatkan agar Ia berkenan
merestui dan menjadikan ia sebagai cinta sejati.**
![]() |
Pic : Cover Antologi ku |
![]() |
Pic : Sertifikat Menulis |
Berbicara tentang cinta, tak akan pernah ada habisnya. Cinta seperti suplemen bagi jiwa-jiwa yang kekosongan. Tetapi bagaimana kita me-manage cinta yang sebenarnya, tentu harus berlandaskan cinta kepada Nya, itulah cinta sejati yang sebenarnya.
Mantap. Keep writing! 👍
BalasHapusTerima kasih mba riovani Dian, atas semangatnya, hehhe masih belajar mb, 😊
Hapus