#198# MAS MARBUT BERSUARA MERDU



Cerita ini saya tulis sesaat setelah saya berfikir keras merenungi perjalanan hidup saya apakah pernah berurusan dengan seorang marbut masjid. Bukan tanpa maksud apa-apa, karena tantangan menulis hari ini adalah terkait dengan seorang marbut atau penjaga dan pengurus masjid. Kebetulan setelah proses mengingat yang cukup lama akhirnya terbayang seorang sosok pemuda yang pernah menjadi marbut saat saya tinggal merantau dulu.

Sekitar tahun 2006 saya hidup merantau di sebuah pulau di ujung Kalimantan. Namanya Nunukan, disana saya hidup sendiri karena sebuah tugas dari instansi tempat saya bekerja. Singkat cerita saya berkenalan dengan seorang pemuda yang juga tetangga saya, hubungan kami cukup baik dan bisa dibilang cukup akrab dalam interaksi social.

Dari kawan saya itulah saya berkenalan dengan seorang marbut masjid dekat tempat tinggal saya, tetapi jangan membayangkan bahwa beliau sudah tua, sama sekali tidak, mas marbut yang saya kenal ini masih muda mungkin hanya beda usia beberapa tahun saja dengan saya.

Sebut saja nama marbut itu mas Fadil, saya sudah lupa karena kejadian ini sudah sangat lama. Salah satu kelebihan dari mas Fadil adalah dia memiliki suara yang sangat merdu persis seperti qory-qory nasional. Sebagai seorang marbut dia melakukan tugas dalam merawat dan menjaga kebersihan tempat ibadah dengan sangat baik. Dia tinggal bersama istrinya dan seorang anaknya yang masih bayi di sebuah rumah bangsalan di belakang masjid. Saya pernah terfikir kenapa dia lebih memilih menjadi seorang marbut daripada bekerja layaknya pekerja kantoran, dan hal itu pernah saya tanyakan kepada teman saya, dan darinya saya mendapatkan penjelasan karena memang dia ditawarkan untuk mengajarkan Alquran dan sekaligus merawat dan mengurus masjid.

Pekerjaan sebagai seorang marbut bukanlah hal yang mudah, kebersihan dan kesucian tempat ibadah menjadi hal yang harus diperhatikan, terlebih jika saat ramadan. Menyiapkan ambal-ambal untuk pelaksanaan salat tarawih, menjaga kebersihan toilet, kebutuhan air wudhu yang cukup, Masya Allah semua itu adalah bagian dari tugas seorang marbut.

Seandainya saya yang ada dalam posisi sebagai seorang marbut, belum tentu saya bisa melakukan hal yang sama dengan baik. Setelah beberapa tahun berlalu dan saya sudah tidak tinggal di Nunukan lagi, ada sebuah kejadian yang membuat saya teringat kembali dengan sosok mas Fadil. Waktu itu saya mendapat tugas ke sebuah kabupaten Kutai Timur namanya, kebetulan bertepatan dengan pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Quran.

Yang cukup membuat saya kaget, di hotel tempat saya menginap ternyata juga di hadiri oleh beberapa orang sebagai peserta MTQ asal Nunukan, dan salah seorang yang menjadi pendamping adalah Mas Fadil sang marbut masjid. Rupanya mas Fadil masih istiqomah mengajarkan Alquran, bahkan hingga menjadi pendamping sekaligus peserta MTQ. Namun sayang saya belum sempat bertemu dengannya Sang Marbut bersuara merdu. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

#126# AKHIR PERJALANAN (Travelling ke Kalsel - Part 7)

#119# "TRAVELLING" KE KALIMANTAN SELATAN (Part 2 - Rainy's Day Literari Festival)

#117# DIBANGUNIN SAMA BANTAL