#136# PELAKOR

Pelakor atau yang dikenal dengan perebut laki orang, adalah sebuah fenomena yang cukup menjadi perbincangan.   Di televisi, media social begitu banyak dihiasi dengan tema Pelakor ini. Tak hanya dikalangan artis saja, bahkan isu ini juga menerpa rumah tangga Mak Enah dan Bang Pardjo yang selama ini dikenal sebagai rumah tangga yang jauh dari gosip dan isu-isu.

“Di zaman sekarang, hati-hati banyak  pelakor dimana-mana. Tak segan-segan melukai perasaan sesama wanita. Maka dari itu, sebaiknya kita perlu berhati-hati dengan suami kita masing-masing” Ujar Mpok Hindun suatu hari.

“Saya sering lho, melihat suami Mak Enah ketemuan dengan perempuan di gang sebelah. Sepertinya akrab sekali. Hati-hati lho Mak Enah.” Mpok Romlah menimpali.

Percakapan itu terjadi saat Mang Udin datang dengan gerobak sayurnya. Biasalah ibu-ibu kampung, tidak ada kerjaan lain selain bergosip.

“Lelaki zaman sekarang pandai menyembunyikan sesuatu lho, jadi kita sebagai istri kudu lebih pandai juga, jangan mau dikadalin.” Gelak tawa para ibu-ibu itu hanya disambut senyum oleh Mak Enah.

***

Sore itu, kampung Rambutan sedang turun hujan. Rinai yang turun membuat suasana menjadi semakin dingin. Entahlah, sesekali terlihat wajah cemas di raut muka Mak Enah. Apa mungkin dia mulai merasakan kecurigaan kepada suaminya. Mak Enah hanya bisa diam, dan sesekali melihat ke arah jam di dinding.

Sudah hampir magrib, kenapa Bang Pardjo gak pulang-pulang juga ya, mana hujan deras lagi. Mau berteduh dimana? Batin Mak Enah berbicara. Dia mengkhwatirkan keadaan suaminya. Tak beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan pintu.

Tok..tok..”Assalamualaikum” Suara ketukan dan salam terdengar dari luar rumah. Mak Enah bergegas keluar dan membukakan pintu. Ternyata benar, suaminya Bang Pardjo yang datang.

“Waalaikumsalam, kok baru pulang Bang, sampai jam segini?” Mak Enah mulai risau.

“Iya bu, tadi aku kehujanan, sehabis mengantar penumpang, karena jas hujan ku tertinggal kemarin, akhirnya aku berteduh dahulu di rumahnya.” Bang Pardjo menjelaskan keadaannya.

Karena mulai dihantui rasa cemburu, Mak Enah ingin sekali mencari tahu tentang gossip yang beredar selama ini, tentang suaminya. Akhirnya selesai makan malam, ia memberanikan diri bertanya kepada suaminya.

“Bang, ada yang mau aku tanyakan, beberapa tetangga sering sekali melihat abang di gang sebelah. Kata mereka abang suka ketemu dengan perempuan janda. Apa itu benar abang?” Mak Enah akhirnya bertanya pada suaminya.

“Iya benar bu, di gang sebelah itu ada langganan ojek ku. Hampir tiap hari memang, aku yang menjemput dan mengantarkannya pulang. Biasanya sih ya minta diantarkan ke pasar, karena dia berjualan di warung dekat rumahnya. Emang kenapa bu?” Bang Pardjo balik bertanya.

“Hmm, abang gak selingkuh di belakang ku kan? Abang gak tertarik dengan janda itu kan?” Mak Enah mulai gelisah.

“Uhuk..uhuk, Bicara apa kamu bu, masa bisa-bisanya mencurigai suami yang sedang bekerja mencari nafkah, gak boleh lho bu, curiga kepada suami.” Bang Pardjo menjelaskan kepada istrinya.

“Bukan begitu bang, karena di zaman sekarang banyak sekali diluar sana para pelakor yang berkeliaran, dan aku gak mau kalau harus jadi korban.” Ujar mak Enah kepada suaminya.

 “Sudahlah bu, gak boleh suudzon, insya allah aku bisa menjaga diriku.” Bang Pardjo hanya bisa tersenyum saja.

***

Rupa-rupanya isu yang sedang berkembang di Kampung Rambutan terhadap Bang Pardjo semakin memanas saja. Hampir tiap hari yang dibicarakan adalah soal sosok janda di kampung sebelah. Mak Enah yang mula-mula tak perduli, mau tak mau terpengaruh.

“Apa iya bang Pardjo selingkuh di belakang ku. Pokoknya aku gak ridho jika sampai itu terjadi.” Air mata mak Enah mengarak sungai. Rupa-rupanya Ia benar-benar termakan gossip tentang suaminya. Ia merasa bahwa Bang Pardjo telah mengkhianati dirinya. Hingga suatu hari Mak Enah mencoba menyelidiki sendiri perihal si Janda gang sebelah.

***

Rencana Mak Enah menyelidiki suaminya, mulai ia jalankan. Mak Enah berpura-pura mampir di warung si Janda dan memesan beberapa makanan sambil mengajaknya ngobrol.

“Sudah lama tinggal disini mpok?” Tanya mak Enah kepada Si janda yang ternyata diketahui bernama Mpok Ratih.

“Saya baru pindah di kampung ini Mpok, sekitar dua bulan. Dulu yang tinggal disini adalah Bibi saya, beliau meninggal dan akhirnya saya meneruskan usahanya berjualan warung makan disini.” Ujar mpok Ratih

“Wah lumayan juga, baru dua bulan sudah bisa melanjutkan usaha warung, sudah kenal daerah sini ya?” Mak Enah mencoba mencari tahu.

“Alhamdulillah, saya cukup terbantu dengan seorang teman yang sudah seperti keluarga, dia langganan ojek saya, namanya Bang Pardjo, dulu beliau itu teman saya sekampung waktu di Jawa. Rupanya beliau sudah lama pindah ke Jakarta ini, dan tinggal di gang sebelah. Beliau lah yang mengantarkan saya kemana-mana untuk membeli bahan buat jualan.” Mpok Ratih menjelaskan tentang hubungannya dengan Bang Pardjo.

“Oh, begitu. Iya syukurlah, tetangga sekampung pun bisa menjadi saudara di kampung orang.” Ujar Mak Enah. Lambat laun hati Mak Enah mulai merasakan ketenangan. Sepertinya kecurigaannya terhadap suaminya tak beralasan. Mak Enah pun berpamitan setelah pesanan makanannya rampung.

***

“Bang Pardjo, Aku minta maaf karena sudah curiga kepada abang. Ternyata Mpok Ratih itu teman sekampung Abang waktu di Jawa ya, Maafin aku ya Bang.” Mak Enah meminta maaf kepada suaminya, dan mengakui bahwa selama ini ia cemburu dan termakan omongan orang kampung.

“Tak sepantasnya memang sesama suami istri ada rasa curiga bu, justru harus saling memberi kepercayaan penuh terhadap masing-masing pasangan.” Penjelasan Bang Pardjo menenangkan hati istrinya.

“Ia bang, aku minta maaf, tak akan lagi membiarkan omongan orang diluar sana menggoyahkan kepercayaan ku kepadamu. Maafin aku ya bang.” Mak Enah memeluk suaminya dan dibalas dengan pelukan hangat Bang Pardjo.

Begitulah yang namanya berkeluarga. Membangun sebuah rumah tangga layaknya mengendarai sebuah kapal. Penuh dengan gelombang dan angin yang akan membawa kapal kesana kemari. Jika tanpa keteguhan nakhoda dan awaknya, mau dibawa kemana kapal itu. Kerja sama antara nakhoda dan awaknya memang sangat dibutuhkan. Pernikahan adalah sebuah perjanjian berat di mata Tuhan. Sepatutnya berteguhlah dalam menjaga dan merawat cinta kasih diantara mereka.

Pic : Internet

#30WDC #OneDayOnePost #Day12

Komentar

  1. Asyiik...

    Terkadang telinga juga bisa terhasut karena kata-kata orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba, betuk banget.. pelajaran dan bekal buat yg berumah tangga atau yg mempersiapkan diri untuk berumah tangga , makasih dah mampir mba..

      Hapus
  2. Iyya betul, jangan percaya gosip orang, aku juga biasa di gosipin katanya ganteng kayak lee min ho, tapi aku nggak percaya. dia yang mirip aku kali..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

#126# AKHIR PERJALANAN (Travelling ke Kalsel - Part 7)

#119# "TRAVELLING" KE KALIMANTAN SELATAN (Part 2 - Rainy's Day Literari Festival)

#117# DIBANGUNIN SAMA BANTAL