#147# IBU GURUKU, IBU ISNAWATI
Tanggal
25 November, adalah peringatan hari Guru (PGRI). Hampir diseluruh wilayah di
Indonesia, hari istimewa ini diadakan dengan pelaksanaan upacara. Melihat
beberapa guru di jalan saat istirahat siang tadi, mengingatkan saya pada sosok
seorang guru yang sangat saya hormati keberadaannya. Dia adalah seorang guru
perempuan yang pertama kali menerima saya di sekolah dasar sebagai muridnya.
Adalah
ibu Isnawati, seorang guru yang akan saya ceritakan. Seorang guru yang dikenal
tegas dan sangat sabar menurut saya. Jika ada muridnya yang menangis karena
ditinggal ibu mereka, maka beliau dan guru-guru lain akan berusaha menenangkan
kami. Karena ada sebagian siswa yang menangis karena ditinggal oleh ibu mereka,
seingat saya sih, saya tidak termasuk, hehe.
Enam
tahun berlalu, hingga kemudian saya masuk sekolah lanjut tingkat pertama dan
tiga tahun kemudian melanjutkan sekolah ke tingkat atas, ibu Isna masih sering
menanyakan kabar saya dan kakak saya yang pernah jadi murid beliau. Kebetulan,
ibu Isna mengenal orang tua saya dengan baik, karena waktu itu kami dikenal
sebagai cucu penjual gado-gado yang cukup terkenal di Samarinda. Memang sih,
Gado-gado jualan nenek cukup legendaris bahkan sampai sekarang, dan mamah jadi
dikenal karena membantu di warung jualan nenek.
Terkadang
jika beliau mampir di warung, mamah cerita kepada saya. “Mba, masih ingat kan
dengan Ibu Isnawati guru mba dulu? Tadi mampir ke warung”, kata mamah kepada
saya. Tentu saja saya ingat, beliau adalah guru pertama yang menerima saya
sebagai seorang “siswa-siswaan”, maksudnya adalah, awalnya saya belum diterima
masuk sekolah dikarenakan usia yang belum mencukupi, namun karena saya menangis
dan memaksa ingin sekolah, akhirnya diizinkan pihak sekolah untuk sekedar ikut
belajar dan duduk di kelas, meski bukan sebagai siswa formal. Namun karena saya
waktu itu sudah pandai membaca dan menulis, akhirnya di tahun berikutnya saya
diterima sebagai siswa formal di sana.
Meski
sudah tidak menjadi seorang siswa lagi karena sudah dewasa dan bekerja, saya
selalu saja mendengar dari mamah, bahwa guru saya yang satu ini selalu bertanya
tentang kabar saya dan kakak yang dulu pernah menjadi muridnya. Orang tua saya
selalu mengajarkan untuk selalu ingat membalas budi kepada siapa saja yang
berbuat baik kepada kami. Hingga suatu hari, mamah menyarankan kepada saya
untuk sesekali memberi sedikit dari pendapatan saya untuk diberikan kepada
beliau. “Anggap saja mengeluarkan sedekah mba, gak ada ruginya, apalagi untuk
guru kamu juga” begitulah mamah mendidik saya. Tentu saja saya mengikuti
sarannya, bahkan luar biasanya setiap bertemu beliau dan memberikan “titipan
rutin” saya itu, mamah selalu cerita bahwa kata-kata doa selalu keluar dari
mulut beliau untuk saya. “Semoga Ayu banyak rezeki dan sukses sekarang ya,
sehat-sehat di Nunukan sana”, kurang lebih demikian cerita mamah (waktu itu
beliau tahu bahwa saya merantau ke Nunukan, setelah mendapatkan penempatan
tugas di instansi saya).
Tahun
berganti hingga akhirnya saya di mutasi kan kembali ke kota kelahiran di
Samarinda. Hari berlalu, hingga suatu hari saya mendengar dari mamah tentang
keadaan ibu Isna. “Ibu Isna sekarang gak
pernah lagi ke warung mba, beliau sudah tua dan sudah agak kurang bisa melihat
lagi,” Ujar mamah kepada saya.
“Lho,
mamah tahu darimana?” tanya saya. “Saudara nya kalau ke warung pernah mamah Tanya
kabarnya, dan dia cerita tentang keadaan ibu Isna”. Meski demikian, ibu Isna
suka menitip salam buat saya lewat saudaranya itu. Bahkan kata saudaranya, beliau
sangat ingin ketemu saya. Karena kesibukan dalam pekerjaan saya memang masih
belum sempat berkunjung ke sana, hingga suatu hari terbersit hati ini ingin
sekali berkunjung ke rumah beliau.
“Mah,
yuk kita main ke rumah ibu Isna, sesekali nengokin.” Mamah setuju dan akhirnya
kami mencari waktu yang tepat. Rencana manusia tak sebaik rencana Allah. Suatu
hari saat saya sedang mewakili orang tua untuk mengambilkan raport adik saya,
mamah menelpon dan memberikan kabar yang cukup mengejutkan. Mamah menyampaikan
bahwa baru saja mendapat kabar bahwa Ibu Isna guru saya itu meninggal dunia.
Sontak saya terkejut dan atas perintah mamah, akhirnya saya pergi ke rumah
beliau untuk melayat. Padahal saat itu saya juga belum tahu rumah beliau
dimana, hanya jalannya saja.
Setiba
di rumah yang saya yakini adalah rumah beliau, saya masuk ke dalam dan melihat
banyak rekan-rekan beliau yang sebagian ada yang saya kenali. Saya hanya bisa
duduk dan memperhatikan warga yang berdatangan. Jenazah sudah siap dikuburkan,
akhirnya saya belum sempat melihat beliau untuk yang terakhir kali. Akhirnya
saya memberanikan diri untuk menyapa seorang wanita paruh baya yang ternyata
adalah saudara beliau.
“Bu,
saya Ayu murid ibu Isna dulu waktu SD, saya turut berduka ya bu,” saya
menyampaikan belasungkawa kepada saudaranya. “Ayu yang ibunya jualan gado-gado
itu kah?” rupanya beliau juga mengenal ibu saya. “Iya bu, saya Ayu, yang jualan
gado-gado itu nenek saya, ternyata ibu kenal dengan ibu saya?” Tanya saya
kepadanya. “Kenal sekali, Almarhumah selalu bercerita tentang muridnya dulu
yang selalu menitip sesuatu sama ibunya, almarhumah ingin sekali bertemu dengan
kamu nak” Ibu itu memeluk saya erat sekali, saya sempat mengatakan bahwa selama
ini saya sangat ingin mengunjungi beliau, namun karena kesibukan belum sempat
mewujudkannya. Saya cukup terharu, bahwa Ibu Isna ternyata juga sangat ingin
bertemu dengan saya, muridnya yang dulu sangat ingin sekolah padahal belum
memenuhi syarat hingga akhirnya ikut duduk di dalam kelas dan menjadi “siswa-siswaan”.
Hari
guru ini mengingatkan saya akan kilas balik bertahun-tahun silam tentang
seorang guru yang sabar dan tegas seperti beliau. Semoga almarhumah tenang
disana dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Selamat Hari Guru buat seluruh Insan Pendidik,
semoga senantiasa mendapatkan keberkahan karena ilmu dan adab yang sudah kalian
ajarkan kepada kami anak-anak didik kalian.
![]() |
Pic : Internet |
Jadi kangen guru SDku 😭
BalasHapusiya mba guru SD biasanya selalu dikenang heheh
Hapus