Hidup laksana perjalanan panjang, suatu saat akan sampai pada tujuan akhir, yakni keridhoan Tuhan
#12# LELAH
Dapatkan link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
Aku membaca tangis
pada gurat wajahmu
akankah tabah tubuhmu
mampu menahan luka yang kelu
Kini, lelahmu tidak terbendung lagi
cukup sampai disini, katamu!!!
Aku pergi...
Guys… akhirnya sampai pada part terakhir kegiatan Rainy’s Day Fest di Banjarbaru. Jadi malam penutupan RDF ditandai dengan launching buku antologi Puisi “ The First Drop of Rain ”. Acara peluncuran buku ini juga dimeriahkan dengan kegiatan “ Poetry in Action ”. Kami ditawarkan kesediaannya untuk tampil membacakan puisi. Tentu saja bagi penyair, membaca sebuah puisi adalah suatu hal yang menyenangkan, karena merupakan salah satu cara “olah jiwa”. Mendalami makna puisi, menyajikannya, dan dinikmati oleh orang lain. Saya dan kawan saya juga turut serta berpartisipasi. Saya sendiri membawakan puisi karya saya, yang saya buat dengan musikalisasi yang sangat sederhana. Kebetulan ada sebuah instrument alat musik tersedia disana, yup sebuah gitar. Kegiatan ini masih berpusat di Mingguraya. Pic : Poetry in Action Pic: Poetry In Action Ada satu hal yang cukup menarik di Mingguraya. Siapapun yang datang untuk pertama kalinya harus mengikuti semacam agenda wajib, yakni membaca puisi.
Naah, ketemu lagi di bagian kedua cerita perjalanan saya ke Banjarbaru Kalimantan Selatan. Mungkin kalian semua ingin tahu beberapa hal dari perjalanan ini. Naik apa kami kesana, Berapa lama waktunya, dan ngapaen aja disana. Nah di bagian kedua ini akan saya ceritakan awal perjalanan kami sejak mula berangkat. Berkunjung ke Kalimantan Selatan sebenarnya bukan hal yang baru buat diri saya. Sebelumnya saya sudah pernah beberapa kali berkunjung karena ada urusan keluarga dan dinas dari kantor. Namun perjalanan yang sudah sangat lama itu membuat saya rindu akan tanah Banjar. Bertepatan dengan bulan Maulid penanggalan Arab, saya memang berniat hendak berkunjung kesana, dibarengi kegiatan ini lalu kemudian saya turutkan saja. Perjalanan yang sangat “tiba-tiba” ini, sangat berkesan bagi saya. Berangkat dari Samarinda, ke terminal di Samarinda Seberang untuk mencari tiket Bis menuju Banjar. Karena ketidaktahuan kami, proses dalam memesan tiket keberangkatan lumayan sangat ribet (yang
“Mba Firaa, ayo bangun.!! Jam berapa lagi mau bangun coba.” Nyanyian Ayah setiap pagi seperti pertunjukan konser di lapangan. Aku hanya bisa menutup kedua telinga dengan guling dan membenamkan diriku di dalam selimut tebal. Tak berapa lama kemudian. Byuuuurrr. Kena telak!! Basah semua. Bisa dibayangkan sendiri, siraman air segayung mengguyur tubuh. Menggigil. “Ayaah, kenapa Fira disiram lagi. Sprei kemarin saja belum kering karena ayah siram.” Wajahku jelek sekali pagi itu. Cemberut dan kalian mau tahu, ayah hanya tertawa dan senyum sumringah tampak jelas diwajahnya. “Hehehe, makanya kalau ayah panggil dijawab, jangan justru menutup telingamu dengan bantal dan sembunyi dibalik selimut. Jadi basah kan, hihihi.” Ayah seolah menjadi pemenang. Seperti seseorang yang berhasil memenangkan permainan games milik Dodi. Aku masih mendengar jelas tawa yang keluar dari mulutnya. Terbahak-bahak. Tak hanya tawa ayah, dibelakangnya menyusul tawa bunda dan Bang Dodi. Aaah, aku seperti jad
Komentar
Posting Komentar